Kini mereka tinggal
disebuah rumah di kawasan kota, bersama
teman dekat dari ayah mereka. Rio adalah seorang kaka yang baik, ia hampir rela
melakukan apasaja agar adiknya Maudi merasa nyaman dan senang.
Rio yang duduk di bangku
SMA ini setiap hari selalu berada tepat di gerbang sekolah dasar untuk
menjemput adiknya sepulang sekolah. Mereka berjalan berdua bergandengan,
terlihat sangat akur dan ceria, Maudi selalu mempunyai jutaan kata yang di
ucapkan melalui cerita, ia menceritakan hampir semua kejadian hari ini pada
Rio, dengan sabar Rio mendengarkan dan menanggapi ceritaan adiknya ini, dan
sebisa mungkin jawaban dan tanggapan nya harus bisa membuat adiknya tersenyum.
Karena hanya itu yang saat ini membuat Rio merasa ia melihat senyum ibunya.
Ini waktu makan malam,
mereka berkumpul bersama kedua orang tua angkat mereka, berada dalam satu
kehangatan dan memang terlihat sangat sempurna. Rani dan Fikry adalah kerabat
dekat yang dengan senang hati mau mengurus semua keperluan kaka beradik ini.
Rani menyodorkan sebuah kotak kecil kepada Rio dan Maudi, sebuah ponsel
untuk mereka berkomunikasi satu sama lain,
dan berpesan agar ponsel itu digunakan sebaik mungkin.
Satu bulan sudah kaka
beradik ini menjalani hidup barunya bersama keluarga baru pula. Ini adalah
minggu ketiga di bulan ke sepuluh, dan hari ini adalah hari penting. Perusahaan
tempat Fikry dan Rani bekerja memenangkan sebuah saham yang terbilang cukup besar.
Dan mengharuskan kedua orang ini meninggalkan kota untuk beberapa bulan.
Setelah perundingan panjang, akhirnya kaka beradik ini setuju dan membiarkan
orang tua angkatnya berada jauh dari meraka, namun mereka tak luput dari
pengawasan, akan ada seorang pembantu yang mengurusi semua keperluan
mereka.Satu minggu sudah Rani dan Fikry berada jauh dari kota ini.
Suatu sore seperti
biasa, Rio menjemput Maudi, namun kini tak ada celoteh kecil yang ia dengan
dari adiknya. Rio menghentikan langkahnya dan memposisikan tubuhnya agar
sejajar dengan adiknya, kemudian menanyakan apa yang terjadi. Benar saja, Maudi
memeluk kaka nya lalu menangis tersedu dengan sedikit terbata ia berkata bahwa
sekolahnya akan mengadakan pentas seni dan mengharuskan kedatangan orang
tuanya, namun keadaannya adalah ia seorang yatim piatu. Rio hanya tersenyum
seraya menenangkan adik perempuannya itu. “Aku akan berada disana. Aku adalah kaka sekaligus orang tua yang akan
menjagamu, menemanimu, bersamamu kapanpun kau butuh aku” mendengar itu, adik cantiknya
itu mengembangkan kembali senyuman yang sedari tadi bersembunyi dibalik air
mata.
Dimulai dari hari itu,
Rio selalu mengusahakan dirinya untuk selalu ada dikala Maudi benar benar
membutuhkannya. Seperti saat ketika Maudi terjatuh dari sepeda dan lutunya
berdarah, saat itu Rio sedang berada dalam pelajaran yang akan di UN kan, namun
ketika Maudi menghubunginya, ia bergegas meminta izin tentu saja dengan sedikit
berbohong, dan secepat mungkin berada di sekolah adiknya itu. Mendapati Maudi
tidak terluka terlalu parah, Rio hanya tersenyum dan mengelus kepala adiknya
penuh kasih. “Aku hanya ingin melihat kakaku,
bukan obat yang menyembuhkan luka seperti ini, bagiku, melihat seorang yangaku
sayangi akan menyembuhkan lebih dari sekedar obat” ucap Maudi yang entah dari
mana merangkai kata seperti itu, Rio mengangguk tanda mengerti dan menutup luka
pada lutut itu dengan plaster.
Rio selalu mengorbankan
semua kepentingannya, semata hanya untu adiknya, karena hanya adiknya lah yang
ia miliki saat ini. Ketika kesulitan menjerat, Rio bagai pahlawan dihidup
Maudi.
Saat ini Muadi sangat
membutuhkan kehadiran kakanya itu, karena ia sedang mengikuti lomba puisi antar
provinsi, namun sayang, kerangka puisinya tertinggal di rumah, dengan cepat
Maudi menghubungi kakanya dan memintanya mengambilkan kerangka puisi itu. Tanpa
pikir panjang, Rio yang sedang menghadapi ujian praktek pun meninggalkan
kewajibannya dan memenuhi permintaan adiknya. Rio memacu cepat kendaraannya, “Agar cepat sampai” pikirnya.
Setelah mendapatkan kerangka puisi itu Rio mengirimi adiknya sebuah
pesan singkat “I got it, wait! I’ll be there!” Maudi senang mendapat pesan
itu, karena itu artinya ia bisa mengikuti lomba yang cukup bergengsi ini.
Satu jam sudah Maudi
menunggu, namun kakanya belum juga datang, hingga tiba giliran Maudi untuk
memapresiasikan puisi karyanya. Apa boleh buat, Maudi mundur dan berkata ia
lupa membawa puisi buatannya. Maudi marah, kesal, mengapa kali ini kakanya
tidak ada saat ia butuh, tidak seperti beberapa waktu lalu.
Maudi pulang dengan rasa marah dan berniat akan memarahi kakanya ketika
bertemu dirumah nanti. Namun apa yang Maudi dapati bukanlah hal yang ia
harapkan. Rio meninggal dunia dalam sebuah kecelakan ketika menuju tempat lomba
adiknya.
Kini kaka yang menjadi
pahlawannya telah tertidur untuk selamanya, Maudi hanya mampu menangisi setiap
cerita dan gambaran yang melintasi kepalanya. Dimana Rio lah yang selalu ada,
dan hanya Rio lah kaka yang selalu menjadi kekuatannya dalam semua hal.
“Whenever you need me, I’ll be
there” itulah Rio.
No comments:
Post a Comment