“Dia
terlahir dari teriakan umat yang disiksa oleh malaikat maut.”

10 tahun
sudah aku hidup sebagai senja yang dicintai hanya di depan matakau, 10 tahun
sudah aku hidup dikeluarga yang menunjukan cintanya hanya di depan mataku,
namun tidak demikian ketika aku mengedipkan mataku. Bahkan bayangan mereka pun
tidak ikut bersama mereka, ketika mereka berkata “Kami menyayangimu Senja”
bagiku itu adalah ucapan terbusuk yang selalu aku dengar ketika hari ulang
tahunku tiba. Rasanya aku bisa merasakan ketidaksukaan mereka akan hadirnya
aku, nafas merekapun sama busuknya dengan setiap langkah kaki mereka yang
mendekati tubuhku untuk sekedar memeluk aku atau mencium keningku. Atau mungkin
ini hanya perasaanku saja yang begitu benci pada keluarga ini. Entahlah.
10 tahun
itu telah berlalu, kini aku berusia 25 tahun, dan masih hidup sesak di kelilingi
orang orang busuk ini. Ini adalah senja di hari minggu, hari dimana keluarga
besar ini berkumpul hanya untuk sekedar minum teh atau bercanda gurau dengan
yang lain,
“Ayo Senja, kami menunggumu di halaman belakang” kata
bibi Marry melihat aku yang masih asik dengan beberapa buku yang menumpuk,
“Rasanya hari ini aku akan tidur lebih awal, aku merasa
kurang sehat” Jawabku menghindari pertemuan menjijikan itu,
“Ohh sayang.. baiklah kalau begitu, segera minum obat dan
pergilah tidur, aku mencintaimu” kata bibi Marry dengan ciuman di keningku. Tak
bergeming, aku segera menghilang dari pandangannya. Kini aku berada di kamar
yang bagiku adalah segalanya, aku memang senja, namun aku tidak sedikitpun
menyukai keindahan senja, aku berbaring di ranjang empuk ini, melayangkan
lamunanku, dimana aku hidup sendiri tanpa kemunafikan dari mereka. “Ahhh...
andai salah satu dari mereka mati” ucapku sebelum aku tertidur.
Jam
menunjukan pukul 17.30, dimana jam weker berisik itu membangunkan aku, rasanya
baru sebentar aku terpejam. Dengan agak malas, aku bangkit dan segera mandi,
aku ada jadwal kuliah malam ini.
“Sepertinya hari ini lebih gelap dari biasanya” gumamku
ketika aku melihat langit dari sudut mataku. Setelah selesai bersiap, aku
bergerak menuruni anak tangga, namun aneh, begitu sepi rumah ini, kemana orang
orang ini?, beberapa pertanyaan memenuhi kepalaku, merasa sangat dingin ketika
kakiku melangkah menuruni tangga demi tangga, rasanya bulu bulu halus di
tengkukku mulai berdiri karena hawa yang begitu dingin. Aku sampai di tangga
paling bawah, aku mulai memanggil bibi Marry, namun tidak ada jawaban, aku
panggil semua nama yang tadi sore ada disini, namun sama saja, tidak ada
jawaban. Aku bergerak mendekati pintu, hujan. Terdengar denting piano dari
ruang keluarga, aku tersentak dan berbalik, kudapati paman Antonius berdiri di
dekat piano dengan segelas anggur, bola hitam di mataku membesar seiring cahaya
yang mulai memudar dari tadi, aku menghampiri ruang keluarga dengan hati yang
tak karuan. “Rupanya kalian disini..! kalian menakutiku dengan mematikan lampu
seperti ini!” kataku ketika melihat seluruh keluarga berkumpul membelakangiku, namun betapa tersentak nya aku ketika mereka
berbalik menatapku dengan mata mereka yang hampir semuanya melotot dan berwarna
hitam, kemudian menunjuk kearah sebuah peti yang ada di hadapan mereka, peti
hitam yang cantik. Aku menggerakkan kakiku mendekati peti itu, perlahan aku
buka peti itu. “Aaaaarrrrrgggggghhhhhttt...!!!!!!!!!!!” aku terbangun! Nafasku tersenggal,
tubuhku berkeringat, jantungku berdebar begitu cepat, “aku hanya mimpi” gumamku
dalam hati. ini masih pukul 17.00, aku merasa lega dan segera mandi, untuk bergegas
pergi kekampus dan mendapat sedikit rasa nyaman ketika berada bersama temanku.
23.30,
selesai kuliah sebenarnya pukul 22.00 namun aku ingin sedikit berada diluar
rumah hari ini, bersenda gurau, bercakap, menari, menyanyi, semua kulakukan
bersama semua temanku di club ini. 00.01, rasanya kau mulai lelah dan ingin
segera pulang, kupacu cepat kendaraan ku, agar cepat pula aku sampai di rumah,
ketika aku membukan pintu, diruang tamu, sudah berkumpul orang orang dengan
pakaian hitam dan sapu tangan yang mereka gunakan untuk menghapus air mata, aku
heran dan mencari paman Antonius untuk mendapat penjelasan.
“Bibimu meninggal,
kami mencoba menghubungimu sejak kau meninggalkan rumah, namun tak
berhasil” Ucap paman sambil menepuk pundakku tanda menenangkan aku. Aku tercengang
dan bingung, aku baru saja memimpikan bibi Marry berada didalam peti, dan mimpi
itu kini nyata. Aku meninggalkan kumpulan orang orang sedih itu dan berlari
menaiki tangga, “apa yang terjadi? Mungkinkan ini pesan dari-Nya?” tanyaku
dalam hati.
Satu tahun
sudah setelah kematian bibi Marry, dan sejak saat itu aku sering tertidur
ketika senja, dan selalu memimpikan orang orang yang berada di dekatku. Aku selalu
memimpikan mereka semua mati dengan keadaan yang tidak mengenakan, dan dua hari
setelah itu, semua menjadi kenyataan. Satu tahun ini aku sangat sakit kepala
memikirkan apa yang terjadi pada hidupku, dan apa maksud dari semua ini. Aku sangat
sakit ketika harus melihat paman Anton meninggal di hadapanku, walau aku sudah
tau apa yang akan terjadi, namun aku tak bisa mencegahnya.
Senja ini
hujan, aku duduk di sudut ruangan ini, memeluk kedua lututku, menangis
mengingat satu per satu orang orang ini akan mati, aku takut, sangat takut, aku
sakit kepala, sangat sangat sakit, ruangan in tak cukup besar menampung rasa
sakit dan takut yang menjadi satu. Aku lelah, sangat merasa lelah dan ingin
tidur, namun jika aku tertidur, akan ada orang yang mati setelahnya. Perlahan
kelopan mata ini menjadi sangat berat, mataku perih, aku masih bisa melihat
titik titik hujan yang jatuh, namun pada akhirnya titik titik hujan itu semakin
jauh, menjauh hingga akhirnya menjadi gelap.
Jam weker
itu kembali membangunkan aku pukul 17.00, ak tersentak dan ingat akan mimpiku,
aku menangis, aku tak ingin mimpi itu menjadi nyata. “kini giliranku untuk
mati!” kata yang keluar dari mulutku diiringi derasnya air mata yang jatuh. aku
akan mati! Aku akan mati! Aku akan mati! Kata itu berputar di kepalaku hingga
akhirnya aku putuskan untuk mengakhiri hidupku sendiri.
“aku tak membutuhkan bantuan-Mu untuk mengakhiri hidupku!
Aku bisa!!!” ucapku marah pada tuhan yang memberi pengelihatan melalui mimpi
ini. Kedua nadiku sudah terputus dan darah mengalir mengotori lantai, kuputar
musik kematian ku dengan lirik yang sangat kusukai. Kemudian gelap.
“Tuhan ciptakan mereka begitu sempurna, di beri hati dan
jiwa, sedang aku, hanya segumpal darah hitam membeku atau sekerap daging yang
mulai membusuk. Potongan jasadku telah dipenuhi beribu belatung, dan disalib
ditiang tiang neraka! Aku bukan calon nabi akhir zaman, atau ruh yang bertahta
di kerajaan tuhan. Aku hanya pantas dineraka!”
No comments:
Post a Comment