segelas coklat panas menemani Jeanna yang sedari tadi duduk dikursi tua milik almarhum ayahnya, sambil melekatkan pandangannya pada butiran hujan..
jaket tebal serta celana panjang cukup membuat Jean menjadi lebih hangat. Jean adalah wanita cantik berusia 29 tahun yang kini hidup seorang diri dirumah ini, sejak ayahnya meninggal 3 tahun lalu dan sejak saat itu juga ibunya menikah lagi dan tidak memiliki hubungan baik dengannya. Jean bekerja di salah satu perusahaan yang memperoduksi majalah dan buletin ternama, ia adalah jurnalis handal. di rumah bergaya klasik ini Jean hanya berdua dengan Dido anjing kesayangannya.
Pagi ini adalah minggu mendung.. Jean masih diposisi itu sambil menghabiskan coklat panasnya ditemani dido yang tertidur dibawah kakinya, sampai suara ketukan pintu mengagetkannya. Dido berlari kecil menghampiri pintu disusul Jean dari belakang..
"Nathan..??!!" ucap Jean terkejut ketika menemukan Nathan di balik pintu..
"Mobilku mogok disekitar sini, maaf mengganggu.. tapi bengkel cukup jauh, jadi kuputuskan" belum sempat Nathan menyelesaikan penjelassannya, Jean sudah memepersilakan ia untuk masuk dan memberikan handuk untuk mengeringkan tubuhnya yang kuyup.
"Masih suka white tea?" tanya Jean sambil berjalan ke dapur.
"Tentu saja" jawab Nathan singkat.
Nathan adalah masalalu Jean, mereka berpisah karena perbedaan diantara mereka begitu besar. Nathan yang beragama hindu tidak mungkin menikahi Jean yang seorang kristiani. Nathan adalah pria mapan berusia 30 tahun yang bekerja sebagai kepala direktur perusahaan keluarga di negera ini, wajahnya tampan dengan senyum menawan yang sering kali membuat beberapa wanita tertarik padanya, Nathan adalah seorang yang cerdas juga rendah hati dan taat pada agama yang ia peluk.
"Ini white tea mu.. masih seperti dulu. tidak pahit tapi juga tidak terlalu manis" ucap Jean sambil memberikan secangkir teh dan duduk di sebelah Nathan. Nathan hanya tersenyum berterimakasih.
"Jadi? bagaimana kabarmu? long time no see" ujar Jean sambil melempar senyum.
"Im good! so... how about you? I guess I missed that smile .." ucap Nathan sambil melekatkan pandangan lembut pada Jean.
"Im good Nath!!" lalu Jean memalingkan pandangannya dari Nathan.
"Sorry for the last 3 years .. I ...."
"never mind! I'm fine!" Jean menyela ucapan Nathan sambil kemudian ia tersenyum kearahnya.
3 tahun lalu, Nathan dan Jean sudah sangat matang menyusun rencana pernikahan mewah dan sakral, namun rencana itu diruntuhkan oleh pernyataan orang tua Nathan yang melarangnya menikah dengan gadis yang tidak seiman dengan mereka, sampai akhirnya Nathan diminta untuk melanjutkan karirnya di perusahaan ayahnya yang ada di negara tetangga, dengan perginya dan berantakannya rencana indah itu maka semuanya berarti hubungannya dengan Jean berakhir.
"Hujannya mungkin akan reda besok pagi.. Menginaplah semalam disini" ujar Jean yang memang memandang keluar jendela "If you want.. kamarmu masih yang dulu, tak pernah berubah" sambung Jean sambil menunjuk kamar tamu yang berada di sebelah kiri kamar Jean.
"ya .. I think I'll stay until the rain has subsided! Jean, may I..?" ucap Nathan sambil menunjuk ke arah kamar itu, Jean hanya mengangguk mengiyakan permintaan Nathan yang ingin melihat kamar itu.
"This's your room, still the same as I had no change at all" ujar Jean ketika membukakan pintu kamar itu. "Silakan lihat lihat!" lalu Jean meninggalkan Nathan dan kenangan di kamar itu.
Berdebu.. begitu berdebu kamar itu, bagai tidak ada selehai kainpun yang menyentuh sudut demi sudut ruangan itu. Nathan duduk di tepi tempat tidur itu, menaruh berjuta rasa lelah dan sesak di kamar itu, memandang setiap sudut kamar, membuat lamunan berputar hebat di kepala, memaksanya menahan sesak masalalu yang merasuk. Nathan merebahkan dirinya dan memandang langit langit kamar.
"Rupanya benar, dia tidak merubah apapun disini" ujar Nathan begitu melihat lukisan hati berwarna merah di langit langit kamar itu dengan ukiran kalimat "We'll be together, even though it's in two different beliefs" kalimat itu merupakan harapan mereka berdua saat masih bersama. Nathan memejamkan matanya, meresapi setiap kesalahan yang ia lakukan dimasa lalu. sampai "Kamu harus mengganti pakaian basah itu!" suara Jean memecah suasana dingin. Nathan bangkit dari tidurnya dan memandang kearah Jean yang berdiri di muka pintu dengan piyama tidurnya. "Dimana aku bisa mendapatkan pakaian tidurku?" Tanya Nathan, Jean hanya menunjuk ke lemari coklat yang berada di pojok ruangan itu.Nathan kemudian menghampiri lemari coklat itu dan mengambil salah satu piyama yang ajan dipakainya, "Baiklah.. selamat beristirahat.. maaf sedikit berdebu" ujar Jean hendak meninggalkan kamar itu, "Jean, aku masih ingin bersamamu, mewujudkan apa yang tertunda tiga tahun lalu!" rupanya ucapan Nathan menghentikan langkah nya dan membuatnya berbalik, mendekati Nathan.
"Apakah semudah itu Nath?! aku bukan landasan udara yang bisa kau singgahi setelah kau terbang jauh! I almost lost my sanity when you go! I...!" belum selesai kalimat itu terucap, sebuah pelukan membuat Jean semakin tidak kuasa menahan sesak di dada, "I know! I was wrong! I'm sorry! I love you so much!" ucap Nathan sambil memeluk erat Jean hingga Jean bisa merasakan betapa bersalahnya Nathan saat ini. "Berjanjilah, jangan pergi lagi.! kumohon!" Ujar Jean larut dalam pelukan itu.
Sejak hujan pagi hari itulah, Jean dan Nathan kembali merengkuh nikmatnya cinta abadi.. hingga sudah 7 bulan kini mereka bersama dalam rumah itu. Jean menjadi pribadi yang lebih ceria, dan Nathan semakin mepan dan dewasa. Sore ini Jean dan Nathan menikmati indahnya langit dengan segelas white tea kesukaan mereka, sampai akhirnya Nathan menerima telepon dari seorang wanita bernama Emilia dan Nathan harus meninggalkan Jean dengan alasan kantor. "Tumben sekali orang kantor menghubungimu di sabtu seperti ini? ada apa?" Tanya Jean heran, "Entahlah sayang, sepertinya urusan penting, maafkan aku, jangan tunggu aku untuk makan malam, rasanya aku akan pulang terlambat" Ucap Nathan sambil bergegas dan mencium kening Jean, "Baiklah.. hati hati dan kabari aku.. I love you!" Ujar Jean sambil melempar senyum cantiknya.
Wanita bernama Emilia itu adalah tunangan Nathan, Emi adalah wanita cantik yang dipilihkan orang tua Nathan untuk menjadi istrinya kelak, selama Nathan di luar negeri, ia tinggal bersama wanita yang tidak ia cintai, Emili, dan sekarang Emi datang mencari tunangan nya itu untuk melangsungkan pernikahannya 2 bulan lagi.
Sejak kepergian Nathan sore itu, Jean mencoba terus menghubungi nya, namun selalu gagal, karena nomor ponsel yang dipakai Nathan sudah tidak aktif, Jean mencoba untuk menemuinya di kantor, namun usaha itu pun gagal, karena Nathan selalu tidak disana. Sampai pada akhirnya Jean berpikiran kalau Nathan meninggalkan nya lagi.
2 bulan sudah Nathan menghilang, dan ini adalah minggu pagi yang basah..
hujan lagi.. dan sekarang Jean juga merasakan dingin udara merasuk jiwanya, sepi..
Jean masih senang duduk di kursi tua itu, dengan secangkir coklat panas.. matanya yang sembab membuatnya terlihat begitu berantakan.. sampai tiba tiba terdengar seseorang mengetuk pintu dan membuyarkan lamunanya..
Jean berlari ke arah pintu dan berharap kejadian waktu itu terulang lagi, dimana Nathanlah di balik pintu itu. namun harapan tinggalah harapan, dibalik pintu itu adalah seorang kurir surat yang memberikan sebuah amplop merah pada Jean.. Hati Jean hancur begitu melihat isi amplop itu adalah surat undangan pernikahan Nathan & Emilia dan sepucuk surat yang Nathan tulis.
"Jeanna ...
I know how much I hurt you ... I know how much I sinned to you.. but, my heart just for you, maybe the word "sorry" will never be useful until whenever ... but I do this not because I dont love you.but because I dont want to hurt the longer, the difference between us is too hurt yourself .. Jeanna I'm sorry .. I always loved you, and my heart just for you .. forever ..
Nathan_ "
Seperti tidak memiliki kaki untuk berdiri, Jean terjatuh di depan pintu. Menangis.. berteriak diantara gemuruh petir. Hujan pagi ini tidak sama seperti hujan di pagi kemarin yang membawa Nathan kembali untuknya.
"Apakah semudah itu Nath?! aku bukan landasan udara yang bisa kau singgahi setelah kau terbang jauh! I almost lost my sanity when you go! I...!" belum selesai kalimat itu terucap, sebuah pelukan membuat Jean semakin tidak kuasa menahan sesak di dada, "I know! I was wrong! I'm sorry! I love you so much!" ucap Nathan sambil memeluk erat Jean hingga Jean bisa merasakan betapa bersalahnya Nathan saat ini. "Berjanjilah, jangan pergi lagi.! kumohon!" Ujar Jean larut dalam pelukan itu.
Sejak hujan pagi hari itulah, Jean dan Nathan kembali merengkuh nikmatnya cinta abadi.. hingga sudah 7 bulan kini mereka bersama dalam rumah itu. Jean menjadi pribadi yang lebih ceria, dan Nathan semakin mepan dan dewasa. Sore ini Jean dan Nathan menikmati indahnya langit dengan segelas white tea kesukaan mereka, sampai akhirnya Nathan menerima telepon dari seorang wanita bernama Emilia dan Nathan harus meninggalkan Jean dengan alasan kantor. "Tumben sekali orang kantor menghubungimu di sabtu seperti ini? ada apa?" Tanya Jean heran, "Entahlah sayang, sepertinya urusan penting, maafkan aku, jangan tunggu aku untuk makan malam, rasanya aku akan pulang terlambat" Ucap Nathan sambil bergegas dan mencium kening Jean, "Baiklah.. hati hati dan kabari aku.. I love you!" Ujar Jean sambil melempar senyum cantiknya.
Wanita bernama Emilia itu adalah tunangan Nathan, Emi adalah wanita cantik yang dipilihkan orang tua Nathan untuk menjadi istrinya kelak, selama Nathan di luar negeri, ia tinggal bersama wanita yang tidak ia cintai, Emili, dan sekarang Emi datang mencari tunangan nya itu untuk melangsungkan pernikahannya 2 bulan lagi.
Sejak kepergian Nathan sore itu, Jean mencoba terus menghubungi nya, namun selalu gagal, karena nomor ponsel yang dipakai Nathan sudah tidak aktif, Jean mencoba untuk menemuinya di kantor, namun usaha itu pun gagal, karena Nathan selalu tidak disana. Sampai pada akhirnya Jean berpikiran kalau Nathan meninggalkan nya lagi.
2 bulan sudah Nathan menghilang, dan ini adalah minggu pagi yang basah..
hujan lagi.. dan sekarang Jean juga merasakan dingin udara merasuk jiwanya, sepi..
Jean masih senang duduk di kursi tua itu, dengan secangkir coklat panas.. matanya yang sembab membuatnya terlihat begitu berantakan.. sampai tiba tiba terdengar seseorang mengetuk pintu dan membuyarkan lamunanya..
Jean berlari ke arah pintu dan berharap kejadian waktu itu terulang lagi, dimana Nathanlah di balik pintu itu. namun harapan tinggalah harapan, dibalik pintu itu adalah seorang kurir surat yang memberikan sebuah amplop merah pada Jean.. Hati Jean hancur begitu melihat isi amplop itu adalah surat undangan pernikahan Nathan & Emilia dan sepucuk surat yang Nathan tulis.
"Jeanna ...
I know how much I hurt you ... I know how much I sinned to you.. but, my heart just for you, maybe the word "sorry" will never be useful until whenever ... but I do this not because I dont love you.but because I dont want to hurt the longer, the difference between us is too hurt yourself .. Jeanna I'm sorry .. I always loved you, and my heart just for you .. forever ..
Nathan_ "
Seperti tidak memiliki kaki untuk berdiri, Jean terjatuh di depan pintu. Menangis.. berteriak diantara gemuruh petir. Hujan pagi ini tidak sama seperti hujan di pagi kemarin yang membawa Nathan kembali untuknya.
No comments:
Post a Comment