Dingin di celah Februari ku

Mentari seperti nya sangat terluka hari ini; langit yang mendung dan hujan yang sadari pagi mengguyur kotaku juga aku yang masih menunggu kepulanganmu..
Bagaimana dengan sudut kotamu, tuan?

Aku masih disini, bersila di sofa dekat jendela kamarku, dengan secangir teh susu favorite kita..
menunggumu..

Meski aku tak pernah tau kapan sebenarnya kau akan kembali, tapi aku selalu disini setiap senja, menatimu berjalan dari sana menghampiri rumah ini..

Bagaimana keadaanmu, tuan?

aku merindukanmu..

Dingin di Februari benar benar membuatku semakin merindukanmu..
meski aku sangat tau kau pergi berjuang untuk negara ini, tapi tidakkah kau juga merinduku?

Setiap jengkal langkahku selalu mendoakan kepulanganmu dengan selamat, tuan..

kembali lah... tuan...
kembalilah dengan raga yang utuh..
dengan debar yang sama..
serta nafas yang masih mengisi rongga paru mu..

kembalilah.. tuan..
meski kau tidak menjadi anggota perang terbaik, kau akan tetap menjadi komandan perang di kehidupanku..

aku mencintaimu.. meski ku tak akan pernah tau kau hidup atau sudah mati di medan perang..
aku mencintaimu.. meski aku tak pernah sedikitpun tau kabarmu..
aku masih sangat amat mencintaimu.. meski aku sangat sangat tidak tau kapan kau akan kembali utuh, atau hanya jasad..

No comments:

Post a Comment