PEREMPUAN SENJA


         “Dia terlahir dari teriakan umat yang disiksa oleh malaikat maut.”

          Aku terlahir di senja hari, senja yang begitu mendung, gemuruh petir seolah menjadi musik pengantar kelahiranku, hujan yang turun adalah tangisan para dewi yang tak sudi aku turun ke bumi. Seperti yang mereka bilang aku terlahir dari teriakan umat yang di siksa malaikat maut, ya... karena begitu tangisan pertamaku keluar, disaat itu jugalah tangisan seluruh keluarga membahana merusak telinga tuhan, mereka menangis bukan bahagia melihat aku yang bisa bernapas di dunia, namun mereka kehilangan ibuku, wanita yang begitu mereka cintai, begitu mereka kasihi. Namun kelahiranku membunuhnya.
          10 tahun sudah aku hidup sebagai senja yang dicintai hanya di depan matakau, 10 tahun sudah aku hidup dikeluarga yang menunjukan cintanya hanya di depan mataku, namun tidak demikian ketika aku mengedipkan mataku. Bahkan bayangan mereka pun tidak ikut bersama mereka, ketika mereka berkata “Kami menyayangimu Senja” bagiku itu adalah ucapan terbusuk yang selalu aku dengar ketika hari ulang tahunku tiba. Rasanya aku bisa merasakan ketidaksukaan mereka akan hadirnya aku, nafas merekapun sama busuknya dengan setiap langkah kaki mereka yang mendekati tubuhku untuk sekedar memeluk aku atau mencium keningku. Atau mungkin ini hanya perasaanku saja yang begitu benci pada keluarga ini. Entahlah.
          10 tahun itu telah berlalu, kini aku berusia 25 tahun, dan masih hidup sesak di kelilingi orang orang busuk ini. Ini adalah senja di hari minggu, hari dimana keluarga besar ini berkumpul hanya untuk sekedar minum teh atau bercanda gurau dengan yang lain,
“Ayo Senja, kami menunggumu di halaman belakang” kata bibi Marry melihat aku yang masih asik dengan beberapa buku yang menumpuk,
“Rasanya hari ini aku akan tidur lebih awal, aku merasa kurang sehat” Jawabku menghindari pertemuan menjijikan itu,
“Ohh sayang.. baiklah kalau begitu, segera minum obat dan pergilah tidur, aku mencintaimu” kata bibi Marry dengan ciuman di keningku. Tak bergeming, aku segera menghilang dari pandangannya. Kini aku berada di kamar yang bagiku adalah segalanya, aku memang senja, namun aku tidak sedikitpun menyukai keindahan senja, aku berbaring di ranjang empuk ini, melayangkan lamunanku, dimana aku hidup sendiri tanpa kemunafikan dari mereka. “Ahhh... andai salah satu dari mereka mati” ucapku sebelum aku tertidur.
          Jam menunjukan pukul 17.30, dimana jam weker berisik itu membangunkan aku, rasanya baru sebentar aku terpejam. Dengan agak malas, aku bangkit dan segera mandi, aku ada jadwal kuliah malam ini.
“Sepertinya hari ini lebih gelap dari biasanya” gumamku ketika aku melihat langit dari sudut mataku. Setelah selesai bersiap, aku bergerak menuruni anak tangga, namun aneh, begitu sepi rumah ini, kemana orang orang ini?, beberapa pertanyaan memenuhi kepalaku, merasa sangat dingin ketika kakiku melangkah menuruni tangga demi tangga, rasanya bulu bulu halus di tengkukku mulai berdiri karena hawa yang begitu dingin. Aku sampai di tangga paling bawah, aku mulai memanggil bibi Marry, namun tidak ada jawaban, aku panggil semua nama yang tadi sore ada disini, namun sama saja, tidak ada jawaban. Aku bergerak mendekati pintu, hujan. Terdengar denting piano dari ruang keluarga, aku tersentak dan berbalik, kudapati paman Antonius berdiri di dekat piano dengan segelas anggur, bola hitam di mataku membesar seiring cahaya yang mulai memudar dari tadi, aku menghampiri ruang keluarga dengan hati yang tak karuan. “Rupanya kalian disini..! kalian menakutiku dengan mematikan lampu seperti ini!” kataku ketika melihat seluruh keluarga berkumpul membelakangiku,  namun betapa tersentak nya aku ketika mereka berbalik menatapku dengan mata mereka yang hampir semuanya melotot dan berwarna hitam, kemudian menunjuk kearah sebuah peti yang ada di hadapan mereka, peti hitam yang cantik. Aku menggerakkan kakiku mendekati peti itu, perlahan aku buka peti itu. “Aaaaarrrrrgggggghhhhhttt...!!!!!!!!!!!” aku terbangun! Nafasku tersenggal, tubuhku berkeringat, jantungku berdebar begitu cepat, “aku hanya mimpi” gumamku dalam hati. ini masih pukul 17.00, aku merasa lega dan segera mandi, untuk bergegas pergi kekampus dan mendapat sedikit rasa nyaman ketika berada bersama temanku.
          23.30, selesai kuliah sebenarnya pukul 22.00 namun aku ingin sedikit berada diluar rumah hari ini, bersenda gurau, bercakap, menari, menyanyi, semua kulakukan bersama semua temanku di club ini. 00.01, rasanya kau mulai lelah dan ingin segera pulang, kupacu cepat kendaraan ku, agar cepat pula aku sampai di rumah, ketika aku membukan pintu, diruang tamu, sudah berkumpul orang orang dengan pakaian hitam dan sapu tangan yang mereka gunakan untuk menghapus air mata, aku heran dan mencari paman Antonius untuk mendapat penjelasan.
“Bibimu meninggal,  kami mencoba menghubungimu sejak kau meninggalkan rumah, namun tak berhasil” Ucap paman sambil menepuk pundakku tanda menenangkan aku. Aku tercengang dan bingung, aku baru saja memimpikan bibi Marry berada didalam peti, dan mimpi itu kini nyata. Aku meninggalkan kumpulan orang orang sedih itu dan berlari menaiki tangga, “apa yang terjadi? Mungkinkan ini pesan dari-Nya?” tanyaku dalam hati.
          Satu tahun sudah setelah kematian bibi Marry, dan sejak saat itu aku sering tertidur ketika senja, dan selalu memimpikan orang orang yang berada di dekatku. Aku selalu memimpikan mereka semua mati dengan keadaan yang tidak mengenakan, dan dua hari setelah itu, semua menjadi kenyataan. Satu tahun ini aku sangat sakit kepala memikirkan apa yang terjadi pada hidupku, dan apa maksud dari semua ini. Aku sangat sakit ketika harus melihat paman Anton meninggal di hadapanku, walau aku sudah tau apa yang akan terjadi, namun aku tak bisa mencegahnya.
          Senja ini hujan, aku duduk di sudut ruangan ini, memeluk kedua lututku, menangis mengingat satu per satu orang orang ini akan mati, aku takut, sangat takut, aku sakit kepala, sangat sangat sakit, ruangan in tak cukup besar menampung rasa sakit dan takut yang menjadi satu. Aku lelah, sangat merasa lelah dan ingin tidur, namun jika aku tertidur, akan ada orang yang mati setelahnya. Perlahan kelopan mata ini menjadi sangat berat, mataku perih, aku masih bisa melihat titik titik hujan yang jatuh, namun pada akhirnya titik titik hujan itu semakin jauh, menjauh hingga akhirnya menjadi gelap.
          Jam weker itu kembali membangunkan aku pukul 17.00, ak tersentak dan ingat akan mimpiku, aku menangis, aku tak ingin mimpi itu menjadi nyata. “kini giliranku untuk mati!” kata yang keluar dari mulutku diiringi derasnya air mata yang jatuh. aku akan mati! Aku akan mati! Aku akan mati! Kata itu berputar di kepalaku hingga akhirnya aku putuskan untuk mengakhiri hidupku sendiri.
“aku tak membutuhkan bantuan-Mu untuk mengakhiri hidupku! Aku bisa!!!” ucapku marah pada tuhan yang memberi pengelihatan melalui mimpi ini. Kedua nadiku sudah terputus dan darah mengalir mengotori lantai, kuputar musik kematian ku dengan lirik yang sangat kusukai. Kemudian gelap.

“Tuhan ciptakan mereka begitu sempurna, di beri hati dan jiwa, sedang aku, hanya segumpal darah hitam membeku atau sekerap daging yang mulai membusuk. Potongan jasadku telah dipenuhi beribu belatung, dan disalib ditiang tiang neraka! Aku bukan calon nabi akhir zaman, atau ruh yang bertahta di kerajaan tuhan. Aku hanya pantas dineraka!”
READ MORE - PEREMPUAN SENJA

Dialog di kisahku

            Aku Edria,  aku salah satu murid sekolah menengan kejuruan yang terpandang di kotaku, usiaku 16 tahun, aku kelas dua yang menekuni jurusan Teknologi Komputer Jaringan. Ini adalah bulan Januari, sekolahku berencana akan mengadakan reuni akbar bulan maret nanti. Panitia reuni akbar mengadakan audisi untuk drama musikal yang akan di tampilkan pada hari H nanti. Aku berniat mengikuti audisi itu, karena obsesiku adalah menjadi seorang yang cukup di kenal di beberapa kalangan, dan menurutku ini adalah batu loncatan untukku di kenal dikalangan murid lainnya, walau sebenarnya aku sudah dikenal karena waktu itu aku adalah MC di acara pelepasan kaka kelas ku, tapi bagiku itu tidak cukup. Lalu kuputuskan untuk mengikuti audisi itu, walau aku tidak mandapat dukungan dari beberapa orang.
            Ini adalah Hari minggu pagi di bulan Januari, aku adalah anggota OSIS, jadi aku tidak begitu merasa sendirian ketika aku sampai disekolah, karena memang langsung menuju ruang osis, disana banyak teman temanku, kaka kelasku. Hari ini adalah hari aku mengikuti audisi, aku dituntut untuk bisa bernyanyi dan berakting, kebetulan akting adalah hal yang aku sukai, begitu pula dengan bernyanyi, pada dasarnya aku menyukai segala hal yang berhubungan dengan seni. Aku mendapat nomor urut terakhir hari ini, semangatku turun drastis, ketika ada penyanyi sariosa pria yang mengikuti audisi saat itu, ku pikir aku bukan lah apa apa di banding kaka kelas ku yang bersuara bagus itu. Tapi ternyata aku memang memiliki banyak teman, Randy, adalah kaka kelasku yang saat itu menemani aku mengikuti audisi, aku dan Randy sama sama menyukai seni, kami bergerak di bidang seni dalam organisasi.
Saat itu Randy bilang aku harus tetap semangat, dan yakinlah bahwa aku memiliki sesuatu yang para juri cari, kini tiba giliranku, semua peserta yang memang sudah melakukan audisi kini berdiri di luar ruangan dan memandang kearahku, juga ke 4 juri yang ada di hadapan ku, mereka menyuruhku memperkenalkan nama ku dan jurusan ku di sekolah, lalu mereka menyuruhku untuk mulai bernyanyi, aku membawakan lagu yang pernah dipopulerkan oleh Mula Jameela yang berjudul Ratu Sejagat, aku bernyanyi memang sedikit tegang waktu itu, setelah selesai, mereka menyuruhku mengulang satu kali lagi dengan sedikit gerakan dan lebih relax, lalu ku lakukan dengan baik, setelah itu salah satu juri memintaku untuk memperagakan gayaku ketika membawakan sebuah acara, karena kebetulan dia tau bahwa aku adalah MC di sekolah, setelah semua permintaan juri ku lakukan, aku diperbolehkan keluar dari ruangan dan menunggu hasil rundingan juri. Hari semakin sore, dan akhirnya pengumuman hasilpun dimulai, aku termasuk dari salah satu yang lolos audisi hari ini.
            Drama musikal ini berjudul “Masa Depan Dan Cinta”, aku mendapat peran utama dalam drama ini, dan pria bernama Aditya Ramadhan adalah lawan mainku waktu itu. Dan ini lah awal kisahku, Lelaki ini adalah murid kelas tiga di jurusan broadcasting, dia adalah murid teladan di sekolah, perawakannya tinggi besar, memiliki kulit yang putih dan wajah yang cukup menarik, dan gayanya yang maskulin menambah pesonanya. Tapi aku sangat tidak menyukai orang ini, karena bagiku dia adalah lelaki yang merasa dirinya “keren” padahal tidak(bagiku), namun profesionalitas ku diuji disini. Setelah semua pemeran mendapatkan naskah, setiap hari minggu kami latihan di sekolah, dari minggu ke minggu aku belum juga menemukan kecocokan dengan lawan mainku, selalu salah dialog, selalu salah ucap dan salah gerak maupun ekspresi, namun pembibing kami yang bernama Herlambang Agustian dan Beny Ismail cukup sabar mengatur semuanya hingga akhirnya aku menemukan sedikit kecocokan dengan lawan mainku. Saat itu Aditya adalah kekasihku dalam drama, ia harus meninggalkanku demi obsesinya melanjutkan pendidikan di luar negeri, sedang aku bersikeras tidak mengizinkannya pergi.
Aku pergi bukan untuk meninggalkanmu, tapi untuk hidup bersamamu, aku pergi untuk kita, untuk masa depan kita” Dialog yang Adit ucap sambil menggenggam tanganku dan menatapku lembut seolah meyakinkanku bahwa ia akan kembali dengan masa depan untukku. Mungkin karena terlalu sering mengulang kalimat itu karena selalu saja terjadi kesalahan, maka perlahan aku merasa bahwa akulah yang memang berada diposisi itu, dengan kata lain, aku menjiwai peranku sebagai kekasih yang akan ditinggalkan. Dari drama itulah aku mulai menyukai sosok Aditya yang saat itu aku anggap sebagai kaka, karena memang saat itu aku sudah memiliki kekasih, tapi saat aku ada masalah, Adit lah yang pertama tau. Dua bulan sudah proses pembuatan drama musikal itu, jatuh bangunnya semangatku selama pembuatan itu dipegang penuh oleh lawan mainku, saat itu Adit adalah “segalanya” untuk ukuran seorang lawan main.
            Drama itu berlalu di 27 Maret 2011, aku dan semua pemain menjadi sahabat baik dan tak putus tali silaturahmi. Hingga pada akhirnya aku jatuh cinta pada Adit, aku telah berpisah dengan kekasihku, dan saat itu aku merasa Adit lah yang membantuku bangkit dari keterpurukan. Dia selalu ada untukku, menamani aku kemanapun aku mau.
            Maret..April..Mei.. ya.. ini aku berhenti di bulan Mei, aku semakin dekat dan dekat dengan Adit, sampai aku sempat marah ketika dia mengatakan bahwa masih mencintai mantan kekasihnya, memang saat itu aku dianggap adik olehnya, namun karena kebiasaan aku dan Adit itu adalah selalu berkata jujur apapun yang terjadi, maka aku berkata aku menyukai dia, walau secara tidak langsung dan sedikit berbelit belit, begitu juga dia. Sampai pada tanggal 15 Mei pukul 15.00 dia mengirim pesan yang isinya “Aku di depan rumahmu”, spontan aku keluar dan heran, dia bilang dia tidak ada waktu lagi, karena memang sudah ada janji dengan beberapa kawannya.  “Aku hanya ingin mengucap 10 kata untukmu” kemudian dia mengucap 10 kata itu dan kamipun menjadi sepasang kekasih.
            Juni.. July.. Agustus.. September.. Kini aku berhenti dibulan ke 9, bulan ini adit harus meninggalkan kota ini karena dia akan kuliah diluar kota. Aku marah, aku sedih.
Sampai pada tanggal 03 September, hari dimana dia berulang tahun sekaligus hari perpisahan untukku. Bagiku hubungan jarak jauh bukanlah pilihan yang bagus saat itu, bukanlah keputusan yang tepat, karena aku tidak bisa jauh darinya, aku adalah seorang gadis yang selalu bergantung pada pria yang aku cintai, kali ini aku merasa Adit adalah segalanya untuku, dia bahagiaku, dia selalu membuat ku tersenyum, bahkan saat aku marah dan menangis sekalipun, dia dewasa, dia begitu sabar menghadapi sikapku yang masih jauh dari dewasa, dia adalah hidupku saat itu. Hari ini dia memintaku menemaninya kebeberapa tempat, pukul 09.00 dia sudah berada tepat di balik pintu itu, aku memberinya sebuah kado ulang tahun, sebuah baju hitam dengan corak hijau, persis seperti yang aku punya, aku tidak bilang bahwa ini “baju couple” hanya saja aku sengaja membelinya sama dengan yang aku punya, sebenarnya berbeda sedikit, baju yang ku miliki becorak oranye sedang dia hijau.
            Pukul 12.00 dia mendapat pesan singkat dari orang tuanya bahwa ia harus segera siap siap berangkat, dan akhirnya sebuah pelukan lembut dan senyumnya yang khas membuat aku terpaksa melepasnya. 4 tahun dia kuliah bagiku bukanlah waktu yang sebentar.
            Seminggu setelah hari itu, aku tak berhenti menangis, boneka panda yang ia berikan padaku sebagai kado hari jadi yang ke-3 menemani setiap malamku. Aku dan dia selalu berkomunikasi melalui telpon hingga tengah malam, bahkan hingga pagi. Sampai pada akhirnya aku berkata aku takut aku tidak bisa menjalani hubungan dengan jarak seperti ini, tapi dia selalu menyakinnkan aku, bahwa hubungan kita akan baik baik saja. Namun hatiku berkata lain.
            Satu hari di akhir September, dia pulang ke kota ini, waktu itu adalah jumat malam, ia kerumahku, namun hatiku sudah merasa “mati” entah apa yang terjadi, tapi hatiku saat itu sudah hambar. Dia menceritakan pengalamannya saat di ospek para seniornya, sampai ia menceritakan seorang wanita yang begitu ia khawatirkan, karena si wanita itu memiliki sebuah penyakit, ketika aku bertanya siapa, ia bersikeras tidak mau mengatakan nama gadis itu karena memang sudah berjanji tidak akan menceritakan pada siapapun. Dari situlah aku mulai merasakan sakit yang selama bersamanya tidak pernah kurasakan. Kami terus bertengkar dan jarang berkomunikasi.
            Oktober .. ini adalah malam di bulan oktober awal. Seperti biasa aku mencoba menghubunginya, berusaha bahwa aku tidak apa apa, padahal kala itu aku sedang merasa kurang enak hat,i, entah apa yang aku rasakan namun bagiku cukup menganggu, aku merasa dia sudah bukan milikku, dan sudah bukan hidupku, aku merasa sakit saat harus merasakan hal yang sebenarnya tidak ingin aku rasakan.
Sampai akhirnya ia berkata “Apa tidak lebih baik jika kita berpisah, aku merasa kamu akan lebih baik tanpa aku, ini demi kebaikanmu, karena aku tidak bisa memberi apa yang kamu inginkan” aku menahan seluruh air mataku ketika harus mendengar kata yang tidak pernah ingin aku dengar. Namun apa dayaku, kalimat itu begitu lancar keluar dari mulutnya. Aku bersikeras menahannya, Namun keputusan tetaplah keputusan. Tidak bisa berubah.
            November.. Desember.. Januari..hingga Februari, aku hidup tanpa bayang dirinya. Aku selalu menangis, masih selalu menangis ketika melihat panda pemberiannya itu, aku juga masih selalu menangis ketika mengingat setiap kata yang ia ucap, seperti saat ia menyukai tatapan mataku, atau mungkin ketika ia mengejekku karena berat badanku yang ketika itu naik. Aku tersenyum ketika semua itu terlintas di kepala lalu menangis ketika tersadar dia bukan milikku...
            Aku berhenti di bulan Maret 2012, ya ini adalah ulang tahunku, dan aku masih berharap dia ada dihadapanku seperti tahu lalu ketika ia memelukku dan mengucap kan beberapa doa untukku. Dan ternyata tuhan mendengar permintaanku, ini tanggal 23, dan dia ada di balik pintu itu ketika aku membuka pintu.. dia mengucapkan selamat dan beberapa doa yang dia panjatkan untukku. Aku bahagia, sangat bahagia ketika melihatnya tersenyum disampingku, aku bahagia karena masih bisa melihat wajahnya, walau kini dia bukanlah Aditya yang dulu ku miliki, sikap nya berubah, gayanya berubah, dia bukanlah Aditya ku.
            Kini aku sampai di bulan Mei, tepat tanggal 15. Ini adalah hari dimana seharusnya menjadi hari yang paling bahagia untuk aku dan dia, karena ini adalah hari jadi kami yang kesetahun (jika masih bersama), aku terjaga dalam rasa kantukku, mengingat bahwa semua kisahku dengan dia berawal dari drama musikal, dan setiap adegan yang terjadi di drama juga terjadi padaku kisahku. Ia meninggalkan aku demi masa depannya, ia tinggalkan aku bukan dengan dialog yang ia ucap ketika di drama, namun ia berkata, ia akan fokus kuliah dan harus meninggalkan aku, dan ini demi kebaikanku, aku mengingat setiap detil kejadian dengan baik, aku juga mengingat setiap kata yang ia ucap. Aku mengingat hari dimana aku dan dia menikmati liburan di kota hujan, sangat istimewa, sangat menyenangkan, dan aku mencintainya seperti ia mencintai aku, aku juga mengingat setiap hal yang kami lakukan menjelang hari jadi kami yang ke 2 sampai terakhir sebelum semua berakhir. Dia tidak pernah menggores hatiku sedikitpun, dia tidak pernah menyakiti hatiku, aku hampir tidak bisa ingat kapan dia menyakitiku, karena memang tidak pernah. Tapi kali ini aku menangis mengenang setiap hal menyenangkan bersamanya. Sakit. Masih sangat sakit sampai hari ini ketika aku mendokumentasikan kisahku dalam cerita ini.
Jauh di lubuk hatiku, aku masih menunggunya kembali, aku masih menunggunya mengatakan 10 kata yang pernah ia ucap dulu. Kini semua telah berakhir dan penantianku entah kapan akan berakhir, aku masih percaya bahwa ia akan kembali padaku, walau aku tak tau kapan itu akan terjadi.
            Setiap aku mendengar namanya disebut,  atau setiap kali mengingat hal yang terjadi bersamanya, aku akan tersenyum sekaligus menahan air mata dan luka dalam hati.
READ MORE - Dialog di kisahku