Catatan Hitam

"Aku berdiri memaku di bawah pancuran kamar mandi mewahku, memeluk tubuhku sendiri seolah melindunginya dari sesuatu. Tertunduk kaku melihat banyak darah mengalir di antara tubuhku, Sedikit rasa jijik dan benci menjadi satu dan hanya menghasilkan derasnya air mata.. dan semua terang yang terekam oleh mata, hilang"



----------------------------------


Aku begitu mencintai keluarga kecil berantakan yang tuhan berikan padaku. Hanya ada dua hal yang aku cintai dalam hidupku, keluargaku yang membuatku merasa berada di surga, meski kedua orang tuaku lebih sering berdebat dari pada bermesraan dan tuhanku.
Aku dan keluargaku adalah jemaat gereja yang sangat taat, kami tidak pernah melewatkan hari hari tanpa beribadah, menurutku tuhan sudah cukup baik, bahkan sangat baik menciptakan aku ditengah tengah keluarga yang sebenarnya hangat, hanya saja begitu keras kepala, Tapi aku menyayangi keluargaku, ayah ku , ibu dan seorang adik perempuan yang bernama Mellanie 7 tahun.

Aku hidup sangat damai, aku mencintai sastra. menjadi seorang penulis sekaligus pemeran dalam cerita yang ku buat adalah cita citaku, Seperti Shakespeare. aku sangat memujanya, seluruh karyanya.
Bukan hanya aku yang mencintai semua karya Shakespeare, Othelo. Siswa dengan postur tubuh yang ideal, rambut hitam pekat yang sedikit ikal, mata nya yang kecoklatan serta kulitnya yang putih menambah nilai plus pada dirinnya, dan .. jangan lupakan senyum dan tawa renyah miliknya. aku menyukai nya, sejak kami menjadi teman sekelas.

Suatu pagi yang gugur, aku berdiri di lokerku, berusaha untuk tidak terlihat oleh nya. namun gagal, ia berjalan mendekatiku.. aku bisa merasakan langkahnya semakin mendekat, lalu sebuah tangan menepuk lembut pundakku, aku berbalik dan mendapat sebuah senyum yang mengagumkan.

"Hai Ann, bagaimana menurutmu tentang shakespeare?" ia bertanya sambil memandangku seperti menunggu jawaban dari pertanyaa "will you marry me" aku tertawa kecil dalam hati ketika membayangkan itu..
"Luar biasa,, bagiku ia seorang yang sangat luar biasa" Lalu aku tersenyum kikuk
"Aku pun beranggapan demikian. Ann, kita selalu punya banyak hal yang sama" Katanya dengan raut wajah dan nada bicara yang mulai serius. "Banyak hal yang sama? hal apa lagi yang sama di antara kita?" Aku bertanya, dan sedikit berdebar menanti jawaban yang akan terlontar dari bibir tipisnya. "Kau sungguh tidak tau?" Dengan raut wajah yang sedikit menunjukan rasa kaget. Belum sempat aku menjawab, seorang menepuk pundak nya dan memberi isyarat bahwa ini sudah waktunya untuk pergi, ia hanya menganggukan kepalanya dan berkata "Temui aku hari Selasa, di gazebo toko buku Mam Dice" lalu ia tersenyum hingga aku hanya bisa melihat punggungnya semakin menjauh.

Aku senang bukan main karena memiliki janji temu dengan pria yang ku sukai dalam dua tahun ini.
Aku  berjalan pulang, melewati jalanan sepi dengan angin yang mengembuskan bau musim gugur. dingin. Aku membenamkan kepalaku kedalam topi rajut warna warni dan memasukan tanganku ke dalam sweater biru tua yang sengaja ibu buatkan untukku.

Hingga aku bertemu dengan dua orang pria yang menyeramkan bagiku. Tubuhnya besar, dengan tato di lengan kirinya, sedang pria yang satunya bertubuh sedikit kurus, dengan beberapa tindikan di wajahnya. serta baju baju mereka yang hitam hitam dan tidak terawat. Jalanan sore ini sunggu lengang, tak ada satupun kendaraan yang lewat, sejak aku menyusuri jalan ini .
Mereka mendekati aku, tersenyum dan menarik topi rajutku hingga aku terperanjat kaget. seperti sedang dirasuki iblis, mereka merebut tas selendang milikku, mengeluarkan semua isinya. aku hanya bisa berdoa agar tuhan melindungi aku dan tidak membiarkan sesuatu yang buruk terjadi padaku. mereka mencari uang, sedang aku tidak memilikinya. lalu semua menjadi sangat gelap.

Ketika aku membuka mata, aku sudah berada di ranjang ku dan melihat kedua orang tuaku, ibuku menangis, ayahku terlihat sangat khawatir. sedang aku merasa sangat pusing dan sakit di sekujur tubuhku, lagi aku tak mengingat beberapa hal yang terjadi.
Aku bangun mencoba untuk duduk, lalu di bantu oleh ayah, aku bisa duduk dengan nyaman. "Apa yang terjadi? kenapa ibu menangis, dan ayah .. apa yang ayah khawatirkan?" Lalu ayah dan ibu memelukku, ibu menangis dan mengelus kepalaku. adikku yang berdiri tepat di depan ranjangku, menandangiku dengan wajah yang sangat sedih. lalu ia mendekati ranjang "Kami menemukanmu, terbaring sangat mengenaskan di pinggir jalan sepi yang biasa kau lalui sepulang sekolah" suaranya bergetar, ia menunjukan sweater biru buatan ibu yang kini terlihat sangat lusuh dan sobek.
Aku menangis tapi aku tidak ingat apa yang terjadi padaku, aku sama sekali tidak mengingat detail kejadian yang menyebabkan sweater biru ku berantakan.
"Tak apa sayangku, kami masih tetap menyayangimu, dan tuhan pun tau ini bukan kesalahanmu" ibu menenangkan aku dengan suara nya yang lembut tapi terdengar sangat sedih.
"Tak apa jika kau tidak mengingatnya, akan lebih baik untukmu. istirahatlah" tambahnya sambil mengecup kepalaku. Lalu ia pergi meninggalkan kamarku disusul oleh adikku. Ayahku duduk di sebelahku berhadapan denganku, ia mengelus lembut tanganku, tersenyum dan mencium keningku "Tidurlah, ayah menyayangimu" aku hanya tersenyum dan melihatnya meninggalkan aku.

Aku berbaring menatap langit langit kamarku, mencoba melayangkan isi kepalaku ke beberapa jam lalu. memaksa diriku untuk menemukan memori yang hilang, kupejamkan mataku, mencoba mengingatnya dengan keras, namun sia sia.
aku mencoba bangkit dari kasur, dan rasanya tulangku banyak yang remuk. sakit.
aku berniat untuk mandi, sampai aku menemukan sebuah memar di kaki kananku, aku heran dan menyentuhnya. seperti tertarik kebelakang, kepalaku sangat sakit dan mulai mendapat gambaran yang terjadi padaku. seseorang memukulku dengan balok agar aku sulit berjalan. aku menatap diriku di cermin, menyentuh pipiku dan mulai mendung, mataku seperti awan yang menampung semua air hujan, lalu tumpah.
aku memeluk tubuhku sendiri, sakit yang kurasakan, benci dan jijik pada diriku sendiri. aku berdosa dan sangat hina, aku bukan lagi manusia suci yang taat pada semua ajaran tuhanku,

Aku berdiri memaku di bawah pancuran kamar mandi mewahku, memeluk tubuhku sendiri seolah melindunginya dari sesuatu. Tertunduk kaku melihat banyak darah mengalir dari tubuhku, Sedikit rasa jijik dan benci menjadi satu dan hanya menghasilkan derasnya air mata.. dan semua terang yang terekam oleh mata, hilang.

Namaku Marianne, usiaku 14 tahun ketika aku memutuskan untuk tidak lagi bernafas.
READ MORE - Catatan Hitam